Setelah kurang lebih satu tahun siswa-siswi Global Prestasi Montessori belajar di rumah, pada Selasa-Rabu, 24 - 25 Maret 2021, ada suasana yang berbeda. Dengan protokol kesehatan yang ketat, melalui cek suhu, melewati kamar desinfektan, dan mengenakan masker, para siswa tampak antusias datang ke sekolah untuk mengikuti Psikotes Kesiapan Sekolah. Tes yang dilakukan oleh Global Prestasi Montessori yang bekerja sama dengan Aswangga Wiyasa Indonesia ini meliputi aspek-aspek kognitif, motorik halus dan motorik kasar, perkiraan sosial, serta emosional. Tes ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan sekolah anak dan melihat tingkat kematangan dan kesiapan anak memasuki pendidikan Sekolah Dasar. Di samping itu, tes ini dilaksanakan untuk melihat kemampuan-kemampuan tertentu anak yang perlu pelatihan, pembinaan atau pengembangan.
Siswa-siswi dibagi menjadi kelompok kecil berjumlah 2-3 orang dengan pengaturan waktu yang telah ditetapkan. Satu kelompok kecil ini bekerja dengan satu asesor. Oleh para asesor lah semua soal dan instruksi disajikan. Dalam waktu kurang lebih 90 menit, siswa tampak menikmati tes dalam bentuk gambar dan cerita. Beberapa anak tampak antusias dalam mengerjakannya, sementara yang lain tampak perlu waktu untuk menyesuaikan diri. Miss Fika, sebagai salah satu asesor terkesan dengan kemandirian anak-anak. Menurutnya, setelah lama tidak berjumpa dengan orang baru, anak-anak ini tergolong mudah untuk beradaptasi. Baik untuk mengenal asesornya juga untuk menerima setiap instruksi yang diberikan. Hal senada pun diungkapkan oleh asesor lain yakni Miss Andra. Beliau menambahkan bahwa dirinya terkesan dengan protokol kesehatan yang diterapkan oleh sekolah. Dengan pernyataan sehat dan ditunjang dengan fasilitas seperti kamar desinfektan dan bangku yang dilengkapi partisi, baik anak, orang tua, dan asesor merasa aman dan nyaman satu dengan yang lain.
Menurut Miss Andra, hal yang perlu menjadi perhatian dari orang tua siswa, guru dan sekolah adalah tes ini tidak hanya melihat dari segi kognitif anak. Lebih dari itu, anak yang dapat menerima instruksi dan mengerjakan tugas secara mandiri dapat disebut matang. Miss Fika pun mengungkapkan yang menjadi tantangan anak-anak saat tes berlangsung adalah batas waktu. Mereka yang belum terbiasa dengan batasan waktu ini perlu diasah kemampuannya karena di tingkat yang lebih atas mereka akan berhadapan terus-menerus dengan hal tersebut. Hasil tertulis dari tes ini tentunya dibagikan kepada orang tua dari masing-masing siswa.
Di dalam penjabaran hasil terdapat saran untuk orang tua dan juga guru. “Mungkin ada orang tua mikir oh ini kan untuk kemandirian, iya memang kemandirian tapi bukan dilepas sama sekali. Tetap harus didampingi. Didampingi di sini bukan dibantu semua ya, tapi jadi fasilitator jadi anak mencoba sendiri, kalau ternyata anaknya kesulitan baru anak dikasih arahan bukan jawaban. Misalnya kalau mau nulis a, arahnya kemana dulu nih, apa yang harus dilakukan, gak cuma yah udah sini mama tulisin, gak gitu”, ujar Miss Fika. Terakhir kunci utama agar anak juga bisa mencapai kesiapan adalah kesabaran baik dari orang tua dan juga guru. “Sama sabar sih, itu yang susah. Orang tua mungkin mikirnya gak sabar ya, itu wajar. Cuma dengan kondisi kayak gini, kita harus adaptasi semua. Guru adaptasi, orang tua adaptasi”, tutup Miss Fika.
Ditulis oleh: Mis Ratih Indria Purwanti, Miss Bestaria Zendrato, and Miss Nova Manik
Disunting oleh: Eti Triyana and Angela Manurung
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan kata-kata yang terdengar atau terlihat sama, tetapi memiliki makna yang berbeda tergantung pada konteks penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia, fenomena tersebut disebut sebagai homonim, dimana satu kata memiliki makna yang beragam sesuai dengan konteks yang ada.
Beragamnya makna yang terkandung tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman jika tidak dipahami dengan baik. Oleh sebab itu, penting untuk memahami konsep ini terutama dalam komunikasi lisan maupun tulisan, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan tepat.
Dalam artikel ini kami akan menjelaskan pengertian tentang apa itu homonim menurut KBBI, contoh penggunaannya dalam kalimat, serta klasifikasinya yang membantu dalam memahami perbedaan makna yang terkandung dalam satu kata.
Mengajarkan anak belajar membaca bisa menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Banyak yang beranggapan bahwa anak harus belajar mengeja terlebih dahulu sebelum bisa lancar membaca.
Padahal, ada cara lain yang lebih menyenangkan dan efektif tanpa harus mengeja satu per satu. Dengan metode belajar yang tepat, anak bisa cepat membaca secara alami dan penuh keceriaan.
Yuk, simak artikel ini untuk mengetahui cara mudah mengajarkan anak membaca dengan menyenangkan di rumah!
Di era digital seperti sekarang, banyak anak lebih memilih bermain game di gadget daripada permainan tradisional. Padahal, permainan seperti engklek, gobak sodor, dan congklak tidak hanya seru, tetapi juga mengajarkan kerjasama, strategi, serta kebersamaan.
Jika dibiarkan, warisan budaya ini bisa semakin tergerus dan dilupakan oleh generasi muda. Selain itu, anak-anak yang terlalu sering bermain gadget cenderung kurang aktif secara fisik dan sosial.
Oleh karena itu, penting untuk mengenalkan kembali permainan tradisional Indonesia agar anak-anak dapat menikmati keseruannya sekaligus mengasah keterampilan sosial dan motorik.
Artikel ini akan membahas berbagai permainan tradisional anak Indonesia, aturan mainnya, serta keseruannya yang tak kalah menarik dibandingkan game modern!